Saturday, June 28, 2008

Masyarakat Mulai Rasional Dalam Memilih Sekolah Lanjutan

Selama ini, ketika memilih pendidikan tinggi, masyarakat biasanya memilih pendidikan yang bertitel sarjana alias S1. Hal ini karena gelar masih sering dijadikan ukuran jaminan masa depan. Siapa yang punya gelar sarjana, masa depannya dianggap cerah. Sedangkan jenjang pendidikan tinggi yang non gelar, seperti diploma, hampir tidak dilirik. Kalau pun harus 'kecemplung' ke jenjang diploma, itu hanya karena lagi apes.

Namun, saat ini asumsi seperti itu mulai pudar. Orang tidak lagi mementingkan gelar, tetapi lebih melihat ketrampilan dan kesiapan memasuki dunia kerja. Maka, tak mengherankan jika sekarang prodi-prodi jenjang diploma lebih banyak diminati.

Masyarakat Cenderung Masuk D-1 dan D-3


BANDAR LAMPUNG (Lampost): Masyarakat kini cenderung memilih program pendidikan satu tahun (D-1) dan program tiga tahun (D-3) daripada program sarjana atau strata satu. Alasannya, pendidikan jangka pendek memberikan keterampilan dan keahlian khusus sehingga lulusan langsung siap kerja.

Ketua Asosiasi Peguruan Tinggi Swasta Indonesia (Aptisi) Provinsi Lampung, Ismet Inonu, mengatakan di Lampung terdapat 28 program D-3, 31 program sarjana, dan satu program S-2 yang diselenggarakan Universitas Bandar Lampung (UBL).

Dari 10 ribu peminat PTS, sekitar 50% memilih D-3, seperti akademi kebidanan, akademi manajemen dan ilmu komputer (AMIK) atau akademi ilmu hukum. Sedangkan peminat D-1 mencapai 2.500 orang. Menurut dia, program D-1 tidak masuk Aptisi, tetapi dia ikut memantau perkembangan program D-1 di Lampung.

"Masyarakat sekarang memang lebih memilih program-program jangka pendek. Selain biayanya terjangkau, lulusannya memang dipersiapkan untuk bekerja," kata Ismet di Bandar Lampung, Senin (23-6).

Menurut dia, program jangka pendek seperti D-1 dan D-3 itu sudah lebih dahulu eksis dibanding dengan program sarjana dan magister. Pendiriannya relatif mudah, baik secara perizinan maupun biaya. Namun, dua tahun terakhir ini tidak ada akademi baru di Lampung, yang bertambah malah program sarjana, seperti program Bahasa Inggris dan Ilmu Komunikasi di UBL.

Untuk program sarjana, sekolah tinggi ilmu ekonomi (STIE) dan sekolah tinggi manajemen dan ilmu komputer (STMIK) memiliki peminat tertinggi, dibanding dengan sekolah tinggi keguruan dan ilmu pendidikan (STKIP) dan sekolah tinggi ilmu hukum (STIH).

"Walaupun masuk program sarjana, masyarakat juga cendrung memilih jurusan yang aplikatif, seperti ilmu ekonomi atau komputer," kata dia.

Menurut Ismet, sekitar 60% dari lulusan PTS di Lampung sudah diserap pasar kerja baik di pegawai negeri sipil (PNS), karyawan swasta dan wiraswasta. Sedangkan 30% lainnya masih mencari pekerjaan.

Terkait ujian masuk mahasiswa baru PTS di Lampung tidak dikoordinasi secara serentak, setiap PTS memiliki jadwal dan seleksi tersendiri. Secara umum, penjaringan mahasiswa baru di PTS sudah dimulai sejak Juni dan masih berlangsung sampai sekarang. Kuliah perdana dimulai pada September.

Menurut dia, biaya masuk di PTS berkisar Rp500 ribu--Rp2 juta. Sedangkan untuk biaya SPP, Ismet membaginya menjadi tiga kelas, yaitu kelas atas berkisar Rp2 juta/semester, kelas menengah Rp1 juta/semester, dan kelas bawah Rp500 ribu/semester. Ismet yang juga ketua Yayasan Satu Nusa itu mengatakan untuk perguruan tinggi yang dia pimpin seperti Satu Nusa, Tunas Bangsa, dan STBA Yunisla tidak ada kenaikan biaya. Untuk menerima mahasiswa baru, pihaknya menyediakan beasiswa yang tidak terbatas untuk mahasiswa kurang mampu.

Jangan Asal Pilih

Bagi para lulusan SMA/MA/SMK yang akan melanjutkan ke perguruan tinggi di Lampung, kini juga tersedia banyak PTS. Namun, para calon mahasiswa diminta tidak asal pilih PTS.

Pakar pendidikan dari Unila Prof. Sudjarwo meminta calon mahasiswa yang akan memilih perguruan tinggi swasta agar mencari informasi sebanyak-banyaknya mengenai PTS yang bersangkutan. Dia meminta calon mahasiswa melihat akreditasi PTS tersebut, jurusan yang ditawarkan apakah aplikatif, masa studi berapa lama, dan berapa biaya yang harus dibayar.

Untuk jurusan-jurusan baru seperti jurusan Komunikasi dan bahasa Inggris yang ada di UBL, dia meminta calon mahasiswa tidak segan mengunjungi universitas tersebut. "Tanyakan kepada perguruan tinggi tersebut seperti apa program yang ditawarkan, berapa biayanya, dan berapa lama studinya," kata dia.

Dia juga meminta calon mahasiswa jeli melihat peluang kerja dan pasar kerja yang tersedia. Namun, dia mengingatkan pasar kerja kini sangat sulit diprediksi.

Yang jelas, lapangan kerjayang tersedia tidak hanya menjadi PNS, masih banyak peluang kerja lain yang bisa tersedia. So, selamat memilih perguruan tinggi di Lampung yang sesuai dengan bakat, minat, dan pasar kerja yang tersedia kini. n RIN/UNI/S-1

Sumber : Lampung Post

1 comment:

Anonymous said...

mas guru nulis stba yunisla ya...?
saya salah satu alumnusnya pingin tahu koq gak ada forum atau reuni ya tentang alumnus stba yunisla kangen nih ama teman-teman