Sunday, November 28, 2010

Bos PT Bintang Ilmu Masuk Bidikan Kejari Masohi

Ambon (LiraNews) – Direktur Utama PT Bintang Ilmu, Basa Alim Tualeka, kini masuk dalam daftar bidikan Kejaksaan Negeri Masohi. Tualeka diduga terlibat dalam dugaan korupsi pengadaan buku dan alat peraga pada proyek dana alokasi khusus (DAK) bidang pendidikan pada Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga Kabupaten Maluku Tengah (Malteng) tahun 2007 lalu.
Hal tersebut terungkap setelah Kejaksaan Negeri Masohi melakukan gelar perkara atau ekspos kasus, dua pekan lalu di kantor Kejaksaan Tinggi Maluku. Gelar perkara dihadiri Kepala Kejaksaan Tinggi Maluku Soedibyo, Wakajati Maluku Babul Khoir Harahap, para Asisten di Kejati, Kepala Kejaksaan Negeri Masohi Rustam, dan tim jaksa penyelidik DAK pendidikan Malteng.

Hasil gelar perkara pada proyek senilai Rp 18 miliar itu, diputuskan penanganan kasus tersebut ditingkatkan dari penyelidikan ke penyidikan. “Iya kasusnya sekarang ditingkatkan dari penyelidikan ke penyidikan,” kata Kepala Kejaksaan Negeri Masohi, Rustam.

Alasannya, kata Kajari, tim jaksa menemukan indikasi penyimpangan pada realisasi proyek yang diperuntukan bagi sekolah dasar di Kabupaten Malteng. “Ditemukan bukti permulaan yang cukup, sehingga penanganan kasus tersebut di tingkatkan ke penyidikan,” tegasnya.

Indikasi penyimpangan itu beber Kajari antara lain penyimpangan biaya operasional DAK ke lokasi kegiatan. “Ada kegiatan sosialisasi dan pendataan yang tidak dilakukan tapi dana dicairkan,” ungkap Rustam. Jaksa juga menemukan indikasi penyimpangan pada pengadaan buku pelajaran dan alat peraga yang dialokasikan sebesar Rp 7 M.

Rustam menyatakan pengadaan buku ditangani PT Bintang Ilmu milik Basa Alim Tualeka. “Pengadaan buku dan alat peraga ditangani oleh PT Bintang Ilmu. Kita belum tahu apa ada perusahaan lain lagi yang menangani pengadaan ini,” katanya.

Pada pengadaan ini tim jaksa menemukan penyimpangan, yakni pengadaan buku dan alat peraga hanya sebesar 60 persen. “Volumenya (pengadaan) cuma 60 persen tidak sesuai kontrak, harusnya 100 persen. Kita masih dalami lagi, apakah buku-buku itu sesuai dengan spec atau tidak. Nilai bukunya sesuai atau tidak,” jelas Rustam.

Menyoal indikasi keterlibatan mantan Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Malteng Arfan Watiheluw dan Najib Pelupessy (kini Kadispora) yang saat proyek ini bergulir menjabat sebagai Kasubdin Perencanaan Sarana dan Prasarana Dispora Malteng, Kajari enggan berkomentar banyak. “Itu akan kita dalami di penyidikan nanti. Dalam penyidikan ini kita akan mencari tersangka,” jelasnya.

Terbentur dengan masa liburan akhir tahun, surat penyidikan diakui belum ditandatangani. “Berkasnya sudah di bagian pidsus (pidana khusus), Januari 2010 surat penyidikannya diterbitkan,” jelasnya.

Di tingkat penyelidikan, tim jaksa telah meminta keterangan sejumlah pihak, di antaranya Kepsek penerima bantuan dan pihak Dispora Maluku. “Pemeriksaan ditingkat penyidikan akan dilakukan setelah surat penyidikan diterbitkan,” jelas Kajari.

Apakah PT Bintang Ilmu terlibat dalam pengadaan buku dan alat peraga tersebut? Basa Alim Tualeka yang dihubungi via ponselnya menyatakan, PT Bintang Ilmu hanya sebagai penyedia barang dan telah dikirim sesuai dengan Juknis DAK 2007 di Malteng. “Kami tidak langsung dengan pihak sekolah (dalam penyaluran buku dan alat peraga),” jawabnya via pesan pendek SMS.

Perusahaannya tidak melakukan kontrak kerja dengan Diknas Malteng. “Yang ada hanya perusahaan-perusahaan di daerah yang dapat dukungan dari PT Bintang Ilmu yang melakukan kontrak dengan sekolah penerima,” jelasnya. Ketika ditanya nama-nama perusahaan di daerah yang menangani pengadaan itu, Tualeka tidak menjawabnya. “Saya lupa nama-nama perusahaan itu,” kilahnya.

Apakah pengadaan itu disubkan ke perusahaan lain di daerah? Tualeka kembali menjawab, perusahaannya hanya penyedia barang yang telah sesuai dengan petunjuk teknis (juknis) yang ditetapkan Depdiknas. “Yang saya dengar (pengadaan buku) tidak ada penyimpangan di Malteng, yang bermasalah itu fisik,” kata Tualeka.

Abua Tuasikal yang disebut-sebut menangani pengadaan buku dan alat peraga ini, menepis tudingan itu. “Tidak, tidak, tidak betul. Untuk apa lakukan hal-hal begitu, Allah melarang itu,” bantahnya via ponsel.

DAK pendidikan Malteng bersumber dari APBN sebesar Rp 16 M dan APBD Rp 1,8 M (dana pendamping). Dana disalurkan kepada 74 sekolah dasar (SD) di Malteng. Tiap SD memperoleh Rp 250 juta, diperuntukan bagi pembangunan fisik sebesar Rp 150 juta dan pengadaan buku pelajaran, alat peraga dan komputer Rp 100 juta.

Secara terpisah, Ketua LSM Sekoci Malteng, Syahril Silawane mengingatkan Kejari Masohi serius mengusut kasus ini. Ia berharap penyidikan kasus ini tidak dihentikan ditengah jalan karena alasan tidak cukup bukti. “Kami pesimis kasus ini dapat menjerat kepala dinas dan mantan kepala dinas sebagai tersangka. Kami prediksi penetapan tersangka hanya pegawai bawahan, bukan pejabat pengambil kebijakan, yang jelas-jelas membuat kebijakan yang keliru,” ujarnya sinis.

Realiasasi DAK pendidikan tahun 2007 di Malteng sebutnya, tidak sesuai petunjuk pelaksana. Sesuai aturan Mendiknas nomor 10 tahun 2008, pembangunan fisik tidak boleh melibatkan pihak ketiga. Pengerjaanya dilakukan oleh pihak sekolah, komite sekolah dan masyarakat atau swakelola. Ini juga ditegaskan dalam Kepres 80 tahun 2003, tentang pengadaan barang dan jasa. Tetapi yang terjadi bukan swakelola, melainkan melibatkan kontraktor. Akibatnya proyek yang dikerjakan ditemukan ada yang amburadul.

Silawane mengatakan, realisasi DAK pendidikan dilakukan berdasarkan kebijakan sendiri oleh Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Malteng. Selain melibatkan pihak ketiga, Silawane menyebutkan pengerjaan DAK pendidikan (fisik) ternyata di monopoli oleh kontraktor yang selama ini dikenal dekat dengan pejabat teras di Pemkab Malteng. Sebut saja, PT Kobi Indah, milik Hainudin alias Ode. Tahun 2007, perusahaan itu mengerjakan 28 paket (pembangunan ruang belajar) di sejumlah SD di Kecamatan Seram Utara dan Seram Utara Barat.

Pembagian pekerjaan proyek fisik dan pengadaan buku, kata dia, ditetapkan saat kegiatan sosialisasi DAK pendidikan yang digelar Dispora Malteng. Silawane membeberkan, dana dikirim ke nomor rekening masing-masing kepala sekolah setelah dana dicairkan, pihak Dispora menunjuk kontraktor mengerjakan proyek fisik di sejumlah SD. “Jadi ajang sosialisasi itu untuk menunjuk kontraktor mengerjakan proyek fisik. Kepsek yang tidak menyetujui akan dipindahkan,” ungkapnya.

Sejumlah Kepsek telah menunjuk kontraktor mengerjakan proyek fisik tapi ditekan dan digantikan oleh kontraktor yang selama ini dekat dengan pejabat Dispora Malteng.

Menurutnya, alokasi DAK pendidikan ini menjadi ajang korupsi oleh pejabat-pejabat bermental korup. Sebab, ada sekolah yang baru dua tahun dibangun kembali dikerjakan fisiknya. “Ini jadi ajang korupsi, kenapa? Sebab ada sekolah yang ruang belajarnya masih bagus dikerjakan kembali. Dengan begitu dana pekerjaan fisik paling besar Cuma Rp 15 juta, padahal dianggarkan Rp 150 juta,” katanya.

Menurutnya, dugaan korupsi DAK pendidikan di Malteng, sebenarnya tidak hanya terjadi di tahun 2007. Indikasi korupsi juga terjadi pada realiasasi DAK pendidikan tahun 2008. “Saya heran Kejari Masohi hanya mengusut DAK pendidikan tahun 2007, padahal realisasi tahun 2008 juga bermasalah,” tukas Silawane.

Sementara itu, anggota Fraksi Demokrat DPRD Maluku, Liliani Aitonam mendesak, Kejati Maluku mempresure Kejari Masohi, untuk serius menangani kasus tersebut. ‘’Kita himbau Kejati Maluku mempresure bawahanya menuntaskan kasus ini. Kasus ini harus diusut tuntas hingga mendapat putusan hukum tetap. Kita terus mengawal kasus ini,’’ tandas wakil rakyat Dapil Malteng itu.

Ia menduga, penyimpangan tak hanya terjadi di Dispora Malteng, namun alokasi anggaran untuk sektor kesehatan di Dinkes Malteng diduga di korupsi.’’Banyak indikasi yang tidak beres. Sektor kesehatan misalnya, diduga keras anggaranya juga dikorupsi,’’ beber Aitonam yang juga mantan dokter gigi.

Dia berharap, Kejari Masohi proaktif untuk menangani dugaan tersebut. Sebab sektor pendidikan dan kesehatan sangat penting. ‘’Bagaimana mau sehat dan pintar kalau dananya saja dikorupsi. Kalau terindikasi, namanya ini pembunuhan karakte orang Maluku khususnya di Malteng. Sekrot pendidikan dan kesehatan sangat penting. Kita tahu bersama bahwa semua komponen bangsa sementara fokus pada dunia pendidikan dan kesehatan,’’ terangnya. (is)


Komentar Mas Guru : Meski anggaran pendidikan dinaekkan menjadi 20%, pasti gak ada artinya jika pejabat-pejabat diknas macam gini. Tapi, kayaknya banyak juga ya yang kayak gini ?

Wednesday, July 21, 2010

Wajah Bopeng Dunia Pendidikan Kita

Tahun Ajaran Baru, Dunia Pendidikan Kembali Tercoreng

SLEMAN (Berita SuaraMedia) - Masa orientasi Siswa (MOS) diperlukan untuk membentuk karakter siswa sekaligus kesempatan mengenali lingkungan sekolah, teman-teman, guru dan sarana menjalin keakraban.

"Media pelaksanaan Masa Orientasi Siswa bisa bervariasi tetapi tidak dengan kekerasan," kata Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga, Kabupaten Sleman Suyamsih, Kamis
Ia mengatakan, pada prinsipnya pengenalan sekolah dan lingkungan pada MOS, media yang dipakai bisa bervariasi tapi tetap tidak dengan kekerasan.

"Ini bisa saja dengan membawa sesuatu yang bisa dijangkau seperti koran, bawang dan lainnya. Ini adalah untuk pembelajaran dan keakraban siswa bisa dijalin dengan metode dinamika kelompok dan selama itu bisa dicari anak, tidak mengada-ada," katanya.

Dia menyambung, "Pembinaan karakter ini sifatnya mengawali saja setelah itu diintegrasikan dengan mata pelajaran karena karakter itu bukan ilmu tapi masalah pembiasaan."

Sementara itu, dunia pendidikan di Kota Bandung kembali tercoreng. Sejumlah sekolah dari mulai SD hingga SMA mengkomersilkan perpindahan siswa dari sekolah lain. Siswa tersebut harus membayar sejumlah uang, tergantung cluster.

"Ada banyak jenis pelanggaran yang kami terima berdasarkan pengaduan masyarakat. Di antaranya jual beli bangku mutasi dari sekolah tak favorit ke favorit," kata Koordinator Koalisi Pendidikan Kota Bandung (KPKB) Iwan Hermawan, Kamis (15/7/2010).

Iwan mengatakan, praktik 'jual beli bangku' tersebut jelas bertentangan dengan Perda 15/2008 Kota Bandung tentang Penyelenggaraan Pendidikan Sekolah yang melarang memungut biaya apapun kepada peserta didik.

"Maka dari itu, hari ini kami akan melaporkan hasil temuan dan aduan kepada Wali Kota, Disdik, dan DPRD," kata Iwan.

Iwan menambahkan, Koalisi Pendidikan Kota Bandung membuka pos pengaduan dan investigasi. Sampai saat ini, lanjutnya, sudah ada 50 laporan pengaduan masyarakat yang diterima terkait pungutan biaya di sekolah.

"Kami hanya pelapor, hampir 90 persen sekolah melakukan pelanggaran itu. Ada bukti kwitansi bebrapa sekolah SMP, SMA yang daftar sekolah," kata Iwan.

Lebih jauh Iwan meminta agar pemerintah segera membentuk tim investigasi terkait pelanggaran tersebut. "Dibentuk tim independen yang melibatkan masyarakat dan DPRD," kata Iwan.

Begitu pula dengan sebuah sekolah di Bogor. Hari-hari pertama belajar di sebuah sekolah milik Yayasan Fajar Hidayah, Kompleks Kota Wisata Cibubur, Bogor, Jawa Barat, terganggu aksi sekelompok pemuda tak dikenal.

Kondisi ini disesalkan para orangtua siswa yang khawatir aktivitas belajar anak-anak mereka terganggu. Kekhawatiran orangtua langsung ditanggapi dengan diterjunkannya beberapa polisi ke lokasi. Kehadiran polisi di lokasi sedikit menenangkan hati para orangtua dan siswa.

Belakangan diketahui aksi para pemuda tersebut terkait masalah hutang piutang dengan pengelola Yayasan Fajar Hidayah. Menurut para pemuda, mereka ingin menemui pengelola yayasan yang dianggap ingkar janji. Mereka mengklaim yayasan berhutang sekitar Rp 2 miliar. (fn/ant/ok/klik video dari Kantor Berita Liputan 6) www.suaramedia.com


Sumber : Suara Media, edisi 15 Juli 2010.

Komentar Mas Guru : Sebenernya, penyimpangan-penyimpangan semacam itu telah menjadi rahasia umum. Jadi, nggak perlu ada yang dirahasiaken. Lebih jadi lagi, pelaku-pelaku dunia pendidikan kita praktek-praktek tercela semacam itu juga biasa-biasa saja. Artinya, nggak pake kikuk apalagi malu. Kemudian, pejabat-pejabat atau aparat penegak hukum juga melihat hal itu sebagai praktek biasa. Masyarakat pun, menganggap praktek-praktek 'pemerasan' semacem itu sebagai kelumrahan. Alhasil, penyimpangan itu jadi langgeng karena semuanya menganggap sebagai kewajaran.

Sunday, July 11, 2010

Presiden: Usut Penganiayaan Aktivis ICW dan Bom Molotov Tempo

Jakarta (ANTARA News) - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memerintahkan Kepolisian Negara RI (Polri) mengusut kasus penganiayaan aktivis Indonesia Corruption Watch (ICW), Tama S. Langkun, dan kasus pelemparan bom molotov ke kantor redaksi majalah berita mingguan Tempo.

"Harus segera dicaritahu pelakunya dan motifnya," kata Presiden dalam pengantar sidang kabinet paripurna di Kantor Kepresidenan, Jakarta, Kamis.
Tama S. Langkun adalah salah seorang aktivis ICW yang sering mengungkap sejumlah dugaan korupsi di berbagai instansi. Akhir-akhir ini, dia aktif mendorong pengungakapan kasus dugaan rekening mencurigakan milik sejumlah perwira Polri.

Kamis dini hari, ketika dalam perjalanan pulang, Tama dicegat dan dianiyaya oleh beberapa orang. Akibatnya, Tama terluka dan harus menjalani perawatan di rumah sakit.

Kepala Negara menjelaskan, Indonesia adalah negara yang menjunjung asas demokrasi. Oleh karena itu, pemerintah mendukung kebebasan berpendapat dan mengutuk upaya membungkam atau meneror kebebasan itu.

"Saya belum tahu siapa pelakunya, tapi pihak Polri akan segera mengetahui," kata Presiden.

Presiden menjelaskan, ada kemungkinan pihak-pihak tertentu yang memanfaatkan situasi ketika ada dua pihak berbeda pendapat sedang berusaha menyelesaikan perbedaan itu secara baik.

Selain untuk kasus penganiayaan aktivis ICW, Presiden juga berharap Polri menyelesaikan kasus pelemparan bom molotov di kantor redaksi majalah Tempo.

Sementara itu, Menko Polhukam, Djoko Suyanto mengecam penganiayaan terhadap aktivis ICW dan pelemparan bom molotov di kantor redaksi majalah Tempo di Jalan Proklamasi 72, Jakarta Pusat, pada Selasa (6/7) sekira pukul 02.45 WIB.

"Saya menyesalkan dan mengecam tindak kekerasan semacam itu," kata Djoko.

Dia meminta aparat penegak hukum mencari pelaku dan menjatuhkan hukuman sesuai aturan yang berlaku, termasuk apabila pelakunya adalah aparat penegak hukum sendiri.

"Tindakan seperti itu tidak dibenarkan dan harus diusut," kata Djoko.

Kecaman yang sama juga diungkapkan oleh Staf Khusus Presiden Bidang Hukum, Denny Indrayana.

Namun demikian, dia meminta masyarakat tidak tergesa-gesa menduga identitas pelaku kekerasan itu. Dia berharap, masyarakat memberikan kesempatan kepada aparat penegak hukum untuk mengusut kedua kasus itu.

Sumber : Antara, edisi Kamis, 8 Juli 2010

Komentar Mas Guru : Ternyata mencari pelaku penganiayaan terhadap aktivis ICW dan pelaku pelemparan bom molotov di kantor Majalah Tempo itu lebih sulit daripada menangkep teroris pelaku pemboman.

Wednesday, June 30, 2010

Boleh Diangsur Biaya Daftar Ulang SMPN 1 Tulungagung

TULUNGAGUNG - Kepala SMPN 1 Tulungagung Bambang Agus Susetyo (AS) merespon keluhan wali murid mengenai tingginya biaya heregristrasi atau daftar ulang. Dia menyatakan wali murid boleh mengangsur biaya daftar ulang kelas VIII dan IX sebesar Rp 2.680.000.

"Jika tidak mampu, masing-masing siswa dapat mengajukan keringanan. Misalnya pembayaran dilakukan dengan cara diangsur selama setahun. Kami tidak otoriter kok," katanya kemarin.
Dia mengatakan, daftar ulang Rp 2.680.000 berdasarkan hasil keputusan rapat komite sekolah beberapa waktu lalu. Dana yang terkumpul digunakan

untuk pengembangan kualitas pendidikan siswa.

"Diantaranya mendatangkan tenaga ahli bidang pendidikan dari perguruan tinggi. Mereka akan memberikan materi ke para pengajar di SMPN 1 Tulungagung, sebelum akhirnya kepada siswa," jelasnya.

Bambang AS melanjutkan, untuk meningkatkan kualitas pendidikan, sejumlah siswa berprestasi dikirim ke luar negeri. Itu juga butuh biaya tinggi. "Tahun ini, kami sudah menjalin kerjasama dengan salah satu sekolah di Singapura. Beberapa siswa dan guru mengikuti program pertukaran pelajar ke sana. Dananya ya dari daftar ulang itu," ungkapnya.

Bambang AS menjelaskan, nominal biaya daftar ulang sudah ditentukan sesuai kebutuhan masing-masing siswa dalam satu tahun. "Kalau tidak dibebankan kepada siswa, untuk berbagai macam kegiatan itu didapatkan dari mana?" kata Bambang AS.

Agar permasalahan ini tidak berkepanjangan, Bambang AS berniat mengundang seluruh wali murid. Mereka akan diperlihatkan fasilitas-fasilitas yang dibutuhkan masing-masing siswa. "Mengingat saat ini SMPN 1 Tulungagung menjadi salah satu barometer RSBI tingkat nasional," katanya.

Seperti diberitakan sebelumnya, sejumlah wali murid di sekolah rintisan berstandar internasional (RSBI) SMPN 1 Tulungagung mengeluhkan tingginya biaya heregistras yang dibebankan kepada setiap siswa. Yakni, untuk biaya heregistrasi atau daftar ulang tahun ajaran baru, setiap siswa RSBI dikenai biaya Rp 2.680.000. Jumlah itu belum termasuk biaya SPP Rp 150 ribu per bulan.

"Sebagai wali murid, nominal yang diajukan pihak sekolah senilai itu, sangat membebani," ujar salah satu wali murid.

Sumber : Radar Tulungagung Edisi 30 Juni 2010

Komentar Mas Guru : Kayaknya bener tuh kalo DPRD Sragen minta keberadaan RSBI ini dibubarken saja. Pasalnya, di banyak tempat, stempel RSBI yang digunaken banyak sekolah hanyalah sarana untuk mencekik rakyat wali murid.
Yang aneh, kok ya masih banyak masyarakat kita ngoyok memasukken anaknya ke sekolah-sekolah berstempel RSBI ini. Coba saja masyarakat keseluruhan memboikot ndak mau memasukkan anaknya ke sekolah-sekolah macem itu, pasti kelas RSBI akan sirna dengan sendirinya.

Perwira Kaya Polri Pernah Bertugas di Daerah Konflik Lingkungan

TEMPO Interaktif, Jakarta - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia menilai ada keterkaitan antara kasus lingkungan di daerah dengan rekening gemuk petinggi Polri.

"Mereka sebagian besar pernah jadi Kapolda di daerah-daerah pertambangan, perkebunan dan kehutanan yang ada konfliknya. Dan konflik tersebut dipelihara untuk generasi berikutnya," kata Deputi Direktur Walhi Erwin Usman dalam sebuah diskusi di Jakarta, Selasa (29/6). Dalam liputan Majalah Tempo edisi Senin (28/6) tentang Rekening Gendut Perwira Polri, menyebutkan sejumlah perwira tinggi Polri memiliki sejumlah rekening janggal dengan jumlah miliaran rupiah.

Perwira tinggi itu, di antaranya Irjen Mathius Salempang, Irjen Sylvanus Yulian Wenas, Irjen Budi Gunawan, Irjen Bambang Soeparno, Komjen Susno Duadji, dan Badrodin Haiti. "Mereka ada yang pernah jadi mantan Kapolda Riau, Sumatera Utara, Kalimantan Timur, Jawa Timur, dan beberapa daerah yang terkait dengan masalah lingkungan seperti pembalakan liar di Riau dan Sumatera Utara, lumpur Lapindo di Jawa Timur, dan lain-lain," ujarnya.

Mencuatnya kasus ini, kata Erwin, menunjukkan bahwa reformasi yang dicanangkan Polri dalam lima tahun ini belum berhasil. Polri seringkali terlibat konflik dan sengketa dengan warga, khususnya dalam bidang penegakan hukum lingkungan dan pengelolaan sumber daya alam (PSDA). Di antaranya sektor kehutanan, perkebunan, pertambangan, kelautan, serta infrastruktur, yang tentunya semua berskala besar. Mereka cenderung membela pemodal, pengusaha, atau pun pemerintah dibandingkan membela warga biasa.

Dalam catatan Walhi, sejak tahun 2003 hingga semester pertama tahun 2010, jumlah konflik sumber daya alam terjadi sebanyak 317 kasus. Secara spesifik, hingga semester pertama 2010, pihaknya mencatat 84 orang sudah menjadi korban kriminalisasi dan kekerasan aparat polisi.

"Yang paling parah peristiwa di Kabupaten Kuantan Singingi, Riau, 8 Juni 2010 lalu. Perempuan petani bernama Yusniar, 45 tahun, ditembak di tempat," ujarnya.

Selain kasus Yusniar, tambah Erwin, masih banyak peristiwa penahanan petani di beberapa daerah, seperti Riau, Sumatera Barat, Bengkulu, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Sulawesi Tengah, dan lainnya.

MUNAWWAROH

Sumber : Tempointeraktif edisi 29 JUNI 2010

Komentar Mas Guru : Nggak berani kasih komen nih....Cuma Mas Guru haqul yakin, sebentar lagi persoalan ini pasti menguap dengan sendirinya. Soalnya, biasanya sih gitu....

Monday, June 7, 2010

DPRD minta RSBI dibubarkan

SRAGEN - Kalangan DPRD Sragen prihatin dengan pungutan di Rintisan Sekolah Berstandar Internasional (RSBI), yang dinilai sangat memberatkan masyarakat. Pungutan itu sama sekali tak ada standar yang jelas, sehingga mengundang reaksi wakil rakyat Sragen, dan mengusulkan agar sekolah RSBI di dibubarkan atau ditutup saja. ’’Keberadaan RSBI sebagai bentuk komersialisasi pendidikan, dan tak memberikan implikasi terhadap peningkatan kualitas pendidikan di Kabupaten Sragen. RSBI, justru lebih banyak diarahkan sebagai alat komersialisasi pendidikan, yang justru memberatkan orangtua,’’ ujar Sekretaris Fraksi Karya Nasional (FKN) DPRD Sragen, Bambang Widjo Purwanto, kepada wartawan, Selasa (1/6) kemarin.Menurut Bambang, sekolah RSBI hanya berkedok untuk mengeruk keuntungan di bidang pendidikan. Pihaknya yakin, dengan sekolah reguler yang dibina dan dididik dengan baik, lulusannya juga pasti bisa lebih baik dibanding lulusan RSBI.

Bambang mengatakan, sekolah negeri dengan label RSBI, terkesan memunculkan diskriminasi pendidikan, terutama bagi para siswa cerdas, yang berasal dari keluarga miskin, dan tak mampu membayar. Dicontohkan, besaran biaya masuk RSBI SMP Negeri Sragen lebih dari Rp 2,5 juta, dan RSBI SMA Negeri mencapai Rp 3 juta - Rp 5 juta.

Utamakan sumbangan
’’Dan itu, masih ditambah dengan biaya SPP, minimal Rp 250.000 per bulan. Mestinya, standar RSBI itu kualitas pendidikan, bukan pada besarnya biaya pendidikan. Padahal RSBI tak jauh beda dengan sekolah reguler, karena tak ada guru khusus di RSBI,’’ tandasnya. Dikatakan, RSBI hanya mengutamakan sumbangan.

’’Keluhan orangtua calon siswa soal tingginya biaya pendaftaran di RSBI SMP Negeri 1 Sragen yang mencapai jutaan rupiah, adalah bukti nyata mahalnya biaya pendidikan di Sragen,’’ katanya lagi.

Menurutnya, tingginya biaya masuk sekolah RSBI, masih ditambah munculnya beragam pungutan liar, dengan dalih untuk membiayai kegiatan sekolah. ’’Hal itu juga menegaskan, bahwa label pendidikan murah di Sragen, hanya sekadar mercusuarisasi program saja,’’ tegasnya.

Sementara itu anggota FKN lainnya, Thohar Achmadi, justru mempertanyakan komitmen daerah, terkait banyaknya keluhan pungutan di sejumlah sekolah negeri. Padahal, selama ini SD dan SMP sudah ditopang dana Biaya Operasional Sekolah (BOS), dari pemerintah pusat. ’’Maka, terlalu mengada- ada atau ngayawara, kalau ada klaim bahwa pendidikan Sragen murah,’’ kata Thohar Achmadi.

Sebelumnya, Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Sragen, Drs Gatot Supadi, menyatakan, dana BOS memang difungsikan untuk membiayai kegiatan operasional sekolah, sesuai peruntukkannya. Namun, apabila tak cukup atau ada kebutuhan diluar petunjuk BOS, sekolah diperbolehkan menarik iuran, sepanjang direstui dan dibicarakan sebelumnya, bersama wali murid. K.25-die

Komentar Mas Guru :
Pertama, kita amat bersyukur masih ada de pe er yang mau peduli pada kesulitan rakyat banyak berkaitan dengan kebijakan pemerintah di bidang pendidikan. Karena, semangkin hari semangkin banyak saja akal pengelola pendidikan, khususnya sekolah-sekolah negeri, dalam menarik dana masyarakat.
Kedua, barangkali sudah bukan lagi menjadi rahasia kalo cap-ap semacam RSBI hanya digunakan pihak sekolah untuk melegalkan menarik dana yang berlebih dari masyarakat.
Ketiga, semoga masyarakat banyak tidak mau tertipu label-label demikian itu. Bayangken saja, guru-gurunya ya itu-itu juga, mengapa biayanya jauh berbeda ? Apa guru-guru yang itu-itu tadi tiba-tiba menjadi tambah kompeten begitu mengajar di kelas-kelas mahal tersebut ?
Paling-paling yang berbeda ya fasilitasnya doang. Dan fasilitas yang berbeda ini akan tidak banyak artinya kalo guru-gurunya ya orang-orang itu saja.
Mas Guru punya pengalaman. Suatu hari berkunjung ke rumah tetangga. Kebetulan ke dua anaknya sedang mengerjaken tugas sekolahan. Anak temen Mas Guru mengerjaken tugas dengan browsing di internet.
Iseng-iseng Mas Guru ngeliat tugas macam apa yang dikerjaken oleh anak SMP dan SMA tersebut. Eee lha dhalah... kok macem tugas keduanya sama. Mencari materi di internet, lalu diprint untuk dikumpulken pada masing-masing gurunya. Lha kalo sekedar begitu tugasnya, kepandaian macam apa yang mau diajarkan kepada generasi muda kita ?
Keempat, RSBI macem itu memang mangkinmenegasken segregasi sosial.
Karena itu, masyarakat nggak perlu masuk kelas-kelas macem begitu. Kalo nggak ada yang masuk, pasti kelas-kelas eksklusif macem itu akan bubar dengan sendirinya.

Monday, May 17, 2010

Status Jaksa Cirus Masih Saksi

TEMPO Interaktif, Jakarta - Hingga hari ini, mantan ketua tim jaksa peneliti kasus Gayus H Tambunan, Cirus Sinaga, masih berstatus saksi dalam kasus dugaan makelar kasus penanganan perkara Gayus Tambunan. "Penyidik belum memiliki alat bukti yang kuat untuk menetapkan Cirus sebagai tersangka," kata Wakil Juru Bicara Markas Besar Kepolisian Brigadir Jenderal Zainuri Lubis, saat dihubungi, Minggu (16/5).Sebelumnya, dalam sidang kode etik Komisaris Polisi Arafat Enanie mengaku sempat bertemu Cirus, jaksa Fadil Regan, dan pengacara Gayus, Haposan Hutagalung di Hotel Crystal, Cilandak. Dalam pertemuan itu, Cirus meminta agar Gayus hanya dikenakan pasal pengelapan dana wajib pajak. Sedangkan pasal korupsi dan pencucian uang diminta untuk dihilangkan. Alasan Cirus, dirinya bukan jaksa yang menangani kasus korupsi.

Akibat penghilangan pasal korupsi dan pencucian uang, Pengadilan Negeri Tangerang memvonis bebas Gayus. Hukuman tersebut lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum, yakni satu tahun penjara dan satu tahun masa percobaan.

Menurut Zainuri, kesaksian Arafat itu hanya satu alat bukti permulaan. Untuk menetapkan status tersangka, penyidik harus mempunyai dua bukti permulaan yang cukup, yakni barang bukti. “Dan barang bukti itu, misalnya uang gratifikasi untuk mengubah pasal, belum ditemukan,” katanya.

Zainuri menambahkan, bila penyidik sudah mencium adanya permainan dalam penetapan pasal oleh Cirus kepada Gayus. “Bau busuknya sudah tercium, tapi bangkainya belum ada. Jadi penyidik masih mencari alat bukti.”

Komentar Mas Guru : Cara penanganan Cirus dengan Susno beda banget tuh. Mas Guru yakin, orang paling goblok pun di Endonesya ini tahu muasal perbedaan tsb. Iya to ?

Sunday, May 2, 2010

Memberi Efek Jera Koruptor dengan Kerja Sosial

Liputan6.com, Medan: Wacana penambahan hukuman kerja sosial bagi koruptor diminta segera direalisasikan karena dapat memberi efek jera dan malu. "Dengan hukuman kerja sosial, koruptor sekaligus mendapat sanksi sosial dari masyarakat," kata praktisi hukum Abdul Hakim Siagian di Medan, Sumatra Utara, Ahad (2/5).Abdul Hakim yang juga advokat mengaku sependapat dengan wacana yang dimunculkan Menteri Hukum dan HAM Patrialis Akbar yang menyatakan bahwa seorang koruptor harus dimiskinan. Menurut mahasiswa S3 ilmu hukum di Universitas Sumatra Utara Medan itu pemiskinan adalah salah satu upaya terbaik memberantas korupsi.

Mengenai hukum mati, Abdul Hakim mengaku tidak sependapat. Menurut dia, hukuman terbaik bagi koruptor dengan dimiskinkan atau diharuskan melakukan kerja sosial di tengah-tengah masyarakat. "Akan lebih baik jika kombinasi keduanya. Jadi, tak ada lagi koruptor yang tetap kaya-raya setelah keluar penjara," ujarnya.

Menurut dia, para koruptor rata-rata merupakan kalangan intelektual yang memiliki keahlian. Tak sedikit di antara mereka yang punya jenjang pendidikan tertinggi doktor dan bahkan profesor. "Mereka adalah orang-orang ahli di bidang masing-masing," kata dia. Dengan hukuman kerja sosial, keahlian mereka tak akan mati.

Abdul Hakim menyatakan mendukung pembuktian secara perdata dan pembuktian terbalik penanganan kasus korupsi. "Harus diakui proses hukum kita banyak yang rekayasa dan salah sehingga hukuman mati agaknya belum bisa diterapkan meski akan memberi efek jera," kata mantan anggota DPRD Sumut periode 2004-2009.

Sumber : http://id.news.yahoo.com/lptn/20100502/tpl-memberi-efek-jera-koruptor-dengan-ke-b03a71c.html

Komentar Mas Guru : Kayaknya ide ini perlu segera diterapkan, karena hukuman badan di bui ternyata tidak membawa efek jera para koruptor dan calon koruptor. Buktinya : meski sudah banyak koruptor yang dibui, tetapi orang masih tetap saja berani melakukan korupsi.

Friday, April 9, 2010

Negara Mafia

Membaca judul buku La Ode tersebut ( maklum belum baca bukunya, cuma tahu judulnya ), jadi bangga juga kita orang. Bukankah selama ini yang dikenal sebagai negara mafia itu cuma Italia doang. Nah, kini kita bisa menjuluki diri kita Negara Mafia. Hebat nggak ???
Walaupun Mas Guru belum baca isi buku itu, tapi dari berita di bawah ini, rasanya bisa ditebak, ia akan menceritakan lika-liku korupsi di negeri ini. Kayaknya perlu banget untuk di baca, terutama bagi yang sedang belajar jadi koruptor. Bisa jadi dari buku tersebut pembaca memperoleh inspirasi bagaimana cara melakukan korupsi dengan aman.

La Ode Sebut Kasus Korupsi Besar di DPR
Yogyakarta (ANTARA News) - Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Laode Ida menyebut terjadi kasus korupsi besar di tubuh Dewan Perwakilan Rakyat bahkan kasus tersebut lebih besar dibanding kasus penggelapan pajak yang dilakukan Gayus Tambunan.

"Pelakunya memiliki posisi seperti saya, yaitu di tingkat wakil. Dia adalah salah satu pimpinan di di lembaga legislatif pusat," kata Laode usai melakukan pra peluncuran buku karyanya Negara Mafia di penerbit Galangpress Yogyakarta, Kamis.

Menurut dia, kasus tersebut telah merugikan keuangan negara senilai hampir Rp100 miliar dan terjadi menjelang musyawarah nasional (munas) salah satu partai politik.

Namun demikian, Doktor Sosiologi Universitas Indonesia (UI) tersebut masih enggan menyebutkan inisial dari politisi yang dimaksud, hanya berjanji akan membukanya dalam waktu satu pekan ke depan.

Dalam pra peluncuran buku tersebut, Laode juga menyebutkan bahwa sebagai politisi harus mampu berbicara secara terus terang dan apabila hanya bersikap diam, maka dia adalah menjadi salah satu bagian dari mafia yang melakukan praktik korupsi.

Sebelumnya, Senin (5/4), Ketua MK Mahfud MD juga menyatakan memiliki data yang dapat membuktikan telah terjadi korupsi dengan nilai yang lebih besar dibanding kasus Gayus Tambunan.

Mahfud mengaku, data tersebut berasal dari anggota DPR RI yang menyatakan telah terjadi semacam penyalahgunaan wewenang sehingga mengakibatkan keluarnya uang secara tidak prosedural.

Sementara itu, Direktur Pusat Kajian Anti (Pukat) Korupsi Universitas Gadjah Mada (UGM) Zaenal Arifin Mochtar yang juga menjadi pembicara dalam pra peluncuran buku tersebut menyatakan diperlukan cetak biru untuk mengatasi permasalahan korupsi yang membelit Indonesia.

"Cetak biru itu penting agar pemberantasan korupsi menjadi terarah. Karena dari waktu ke waktu selalu saja ada pengalihan isu, sehingga pemberantasan korupsi menjadi tidak fokus," katanya

Ia juga menegaskan, pemberantasan korupsi di Indonesia bukan lagi menjadi tugas intelektual tetapi sudah masuk pada bagian kerja dari penyelenggara negara.

Sedangkan pengamat politik UGM Arie Sudjito yang juga menjadi pembicara menyatakan bahwa pemberantasan korupsi harus menjadi sebuah gerakan sosial dari masyarakat.

"Peluncuran buku seperti itu yang dipadukan dengan data-data yang akurat serta komitmen dari masyarakat akan menjadi amunisi untuk pemberantasan korupsi," katanya.

Hanya saja, kata dia, amunisi tersebut harus ditembakkan dengan tepat sehingga mengenai sasaran, dan para mafia yang menjadi target tidak sempat berkelit dengan segala skenario yang telah dirancang.

Ia juga menyebut, pemberantasan korupsi tersebut tidak boleh hanya dinilai dari hasilnya saja, melainkan harus dinilai sebagai sebuah proses.
Sumber : Antara edisi 8 April 2010

Susno: "Mr X" di Polri Berinisial SJ

Jakarta (ANTARA News) - Mantan Kepala Bareskrim Polri Komjen Susno Duadji mengungkapkan bahwa yang dimaksud "Mr X" yang berkontribusi dalam rekayasa kasus di institusi Polri adalah orang berinisial nama SJ.

Ketua Komisi III DPR RI Benny K Harman di Gedung DPR RI, Jakarta, Kamis, mengatakan, Susno Duadji mengungkapkan hal itu pada rapat tertutup dengan Komisi III.

"SJ itu bukan anggota polisi tapi dia orang dekat jenderal polisi berbintang tiga berinisial MP," kata Benny K Harman menjawab pertanyaan pers usai Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komjen Pol Susno Duadji.

Menurut Benny, Komisi III akan mengundang SJ dan MP untuk mengetahui persoalan seputar praktik rekayasa kasus di institusi Polri.

Anggota Komisi III DPR RI Ahmad Yani mengatakan, SJ berperan sebagai makelar kasus dan hal ini sudah diketahui di kalangan pengacara.

"Ini sudah jadi rahasia umum di kalangan pengacara," kata anggota DPR RI dari Fraksi PPP ini.

Anggota Komisi III dari Fraksi Gerindra Martin Hutabarat mengatakan, SJ adalah mantan diplomat yang memiliki hubungan dekat dengan jenderal polisi berbintang tiga.

Menurut dia, karena kedekatannya dengan jenderal polisi tersebut sehingga ia memiliki pengaruh besar di institusi Polri, termasuk bisa memutasi anggota Polri.

"Saya heran mengapa sulit sekali mengatasi praktik mafia kasus, padahal praktik itu juga ada di lingkungan polisi," katanya.

RDP antara Komisi III DPR RI dan Susno Duadji mulai pukul 10.30 WIB dan baru berakhir pada pukul 18.15 WIB.
Sumber : Antara edisi 8 April 2010

komen Mas Guru : Buat Mr. X, siap-siap nggak bisa tidur nih...

Susno: Aliran Dana Gayus Gampang Ditelusuri

Jakarta (ANTARA News) - Mantan Kabareskrim Polri Komjen Pol Susno Duadji mengatakan, sangat gampang menelusuri aliran dana dari tersangka penggelapan pajak Gayus Tambunan karena para pelakunya sudah tertangkap semua.

"Untuk bongkar dana Rp28 miliar ini sangat gampang, tak susah. Orang-orangnya sudah ada ditangkap. Gayus, Andi Kosasih, Haposan sudah ditangkap. Hanya tinggal kemauan dan kejujuran," kata Susno Duadji pada Rapat Dengar Pendapat (RDPU) dengan Komisi III DPR RI di Gedung DPR Jakarta, Kamis.

Menurut Susno, jika memang ada kemauan dan kejujuran maka tinggal menelusuri dari pengakuan Gayus Tambunan.

Susno menjelaskan bahwa Andi Kosasih telah mengakui bahwa uang Rp28 miliar di rekening Gayus yang sebelumnya diakui miliknya, ternyata bukan.

"Andi Kosasih sudah mengaku Rp28 miliar bukan uangnya. Dan Kosasih juga mengaku telah menyerahkan Rp5 miliar itu, tapi saya tak pernah terima," kata Susno.

Sebelumnya Susno juga menjelaskan bahwa ada oknum perwira yang meminta uang Rp5 miliar atas permintaan dirinya. Namun Susno membantah pernah meminta uang tersebut.

Lebih lanjut Susno mengatakan, tidak akan sulit menelusuri aliran dana Gayus tersebut.

"Yang jelas duit sudah dicairkan. Gayus yang tanda tangan. Kemana uangnya? Tinggal telusuri tanya Gayus. Mudah kalau mau," kata Susno.

Menurut Susno, dalam kasus itu yang jelas ada penyerahan uang tunai. Susno juga menjelaskan sudah ada kebohongan dari Andi Kosasih yang sudah mengaku bukan duitnya.

Menurut Susno, tinggal menelusuri bagaimana modusnya, apakah Gayus langsung potong seperti tukang parkir.

Menurut Susno penelusuran aliran dana Rp28 miliar tersebut penting dilakukan agar kasus itu tidak hanya berputar-putar di Susno.
Sumber : Antara edisi 8 April 2010

Komen Mas Guru : Iya, mestinya emang gampang. Tapi meskipun banyak pihak yang ikut turun tangan, kok nggak jelas2. Malah Susno sendiri yang justru dicari-cari kesalahannya. ( Ini seperti dikemukakan sendiri di tivi )