Wednesday, July 21, 2010

Wajah Bopeng Dunia Pendidikan Kita

Tahun Ajaran Baru, Dunia Pendidikan Kembali Tercoreng

SLEMAN (Berita SuaraMedia) - Masa orientasi Siswa (MOS) diperlukan untuk membentuk karakter siswa sekaligus kesempatan mengenali lingkungan sekolah, teman-teman, guru dan sarana menjalin keakraban.

"Media pelaksanaan Masa Orientasi Siswa bisa bervariasi tetapi tidak dengan kekerasan," kata Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga, Kabupaten Sleman Suyamsih, Kamis
Ia mengatakan, pada prinsipnya pengenalan sekolah dan lingkungan pada MOS, media yang dipakai bisa bervariasi tapi tetap tidak dengan kekerasan.

"Ini bisa saja dengan membawa sesuatu yang bisa dijangkau seperti koran, bawang dan lainnya. Ini adalah untuk pembelajaran dan keakraban siswa bisa dijalin dengan metode dinamika kelompok dan selama itu bisa dicari anak, tidak mengada-ada," katanya.

Dia menyambung, "Pembinaan karakter ini sifatnya mengawali saja setelah itu diintegrasikan dengan mata pelajaran karena karakter itu bukan ilmu tapi masalah pembiasaan."

Sementara itu, dunia pendidikan di Kota Bandung kembali tercoreng. Sejumlah sekolah dari mulai SD hingga SMA mengkomersilkan perpindahan siswa dari sekolah lain. Siswa tersebut harus membayar sejumlah uang, tergantung cluster.

"Ada banyak jenis pelanggaran yang kami terima berdasarkan pengaduan masyarakat. Di antaranya jual beli bangku mutasi dari sekolah tak favorit ke favorit," kata Koordinator Koalisi Pendidikan Kota Bandung (KPKB) Iwan Hermawan, Kamis (15/7/2010).

Iwan mengatakan, praktik 'jual beli bangku' tersebut jelas bertentangan dengan Perda 15/2008 Kota Bandung tentang Penyelenggaraan Pendidikan Sekolah yang melarang memungut biaya apapun kepada peserta didik.

"Maka dari itu, hari ini kami akan melaporkan hasil temuan dan aduan kepada Wali Kota, Disdik, dan DPRD," kata Iwan.

Iwan menambahkan, Koalisi Pendidikan Kota Bandung membuka pos pengaduan dan investigasi. Sampai saat ini, lanjutnya, sudah ada 50 laporan pengaduan masyarakat yang diterima terkait pungutan biaya di sekolah.

"Kami hanya pelapor, hampir 90 persen sekolah melakukan pelanggaran itu. Ada bukti kwitansi bebrapa sekolah SMP, SMA yang daftar sekolah," kata Iwan.

Lebih jauh Iwan meminta agar pemerintah segera membentuk tim investigasi terkait pelanggaran tersebut. "Dibentuk tim independen yang melibatkan masyarakat dan DPRD," kata Iwan.

Begitu pula dengan sebuah sekolah di Bogor. Hari-hari pertama belajar di sebuah sekolah milik Yayasan Fajar Hidayah, Kompleks Kota Wisata Cibubur, Bogor, Jawa Barat, terganggu aksi sekelompok pemuda tak dikenal.

Kondisi ini disesalkan para orangtua siswa yang khawatir aktivitas belajar anak-anak mereka terganggu. Kekhawatiran orangtua langsung ditanggapi dengan diterjunkannya beberapa polisi ke lokasi. Kehadiran polisi di lokasi sedikit menenangkan hati para orangtua dan siswa.

Belakangan diketahui aksi para pemuda tersebut terkait masalah hutang piutang dengan pengelola Yayasan Fajar Hidayah. Menurut para pemuda, mereka ingin menemui pengelola yayasan yang dianggap ingkar janji. Mereka mengklaim yayasan berhutang sekitar Rp 2 miliar. (fn/ant/ok/klik video dari Kantor Berita Liputan 6) www.suaramedia.com


Sumber : Suara Media, edisi 15 Juli 2010.

Komentar Mas Guru : Sebenernya, penyimpangan-penyimpangan semacam itu telah menjadi rahasia umum. Jadi, nggak perlu ada yang dirahasiaken. Lebih jadi lagi, pelaku-pelaku dunia pendidikan kita praktek-praktek tercela semacam itu juga biasa-biasa saja. Artinya, nggak pake kikuk apalagi malu. Kemudian, pejabat-pejabat atau aparat penegak hukum juga melihat hal itu sebagai praktek biasa. Masyarakat pun, menganggap praktek-praktek 'pemerasan' semacem itu sebagai kelumrahan. Alhasil, penyimpangan itu jadi langgeng karena semuanya menganggap sebagai kewajaran.

Sunday, July 11, 2010

Presiden: Usut Penganiayaan Aktivis ICW dan Bom Molotov Tempo

Jakarta (ANTARA News) - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memerintahkan Kepolisian Negara RI (Polri) mengusut kasus penganiayaan aktivis Indonesia Corruption Watch (ICW), Tama S. Langkun, dan kasus pelemparan bom molotov ke kantor redaksi majalah berita mingguan Tempo.

"Harus segera dicaritahu pelakunya dan motifnya," kata Presiden dalam pengantar sidang kabinet paripurna di Kantor Kepresidenan, Jakarta, Kamis.
Tama S. Langkun adalah salah seorang aktivis ICW yang sering mengungkap sejumlah dugaan korupsi di berbagai instansi. Akhir-akhir ini, dia aktif mendorong pengungakapan kasus dugaan rekening mencurigakan milik sejumlah perwira Polri.

Kamis dini hari, ketika dalam perjalanan pulang, Tama dicegat dan dianiyaya oleh beberapa orang. Akibatnya, Tama terluka dan harus menjalani perawatan di rumah sakit.

Kepala Negara menjelaskan, Indonesia adalah negara yang menjunjung asas demokrasi. Oleh karena itu, pemerintah mendukung kebebasan berpendapat dan mengutuk upaya membungkam atau meneror kebebasan itu.

"Saya belum tahu siapa pelakunya, tapi pihak Polri akan segera mengetahui," kata Presiden.

Presiden menjelaskan, ada kemungkinan pihak-pihak tertentu yang memanfaatkan situasi ketika ada dua pihak berbeda pendapat sedang berusaha menyelesaikan perbedaan itu secara baik.

Selain untuk kasus penganiayaan aktivis ICW, Presiden juga berharap Polri menyelesaikan kasus pelemparan bom molotov di kantor redaksi majalah Tempo.

Sementara itu, Menko Polhukam, Djoko Suyanto mengecam penganiayaan terhadap aktivis ICW dan pelemparan bom molotov di kantor redaksi majalah Tempo di Jalan Proklamasi 72, Jakarta Pusat, pada Selasa (6/7) sekira pukul 02.45 WIB.

"Saya menyesalkan dan mengecam tindak kekerasan semacam itu," kata Djoko.

Dia meminta aparat penegak hukum mencari pelaku dan menjatuhkan hukuman sesuai aturan yang berlaku, termasuk apabila pelakunya adalah aparat penegak hukum sendiri.

"Tindakan seperti itu tidak dibenarkan dan harus diusut," kata Djoko.

Kecaman yang sama juga diungkapkan oleh Staf Khusus Presiden Bidang Hukum, Denny Indrayana.

Namun demikian, dia meminta masyarakat tidak tergesa-gesa menduga identitas pelaku kekerasan itu. Dia berharap, masyarakat memberikan kesempatan kepada aparat penegak hukum untuk mengusut kedua kasus itu.

Sumber : Antara, edisi Kamis, 8 Juli 2010

Komentar Mas Guru : Ternyata mencari pelaku penganiayaan terhadap aktivis ICW dan pelaku pelemparan bom molotov di kantor Majalah Tempo itu lebih sulit daripada menangkep teroris pelaku pemboman.