Tuesday, August 5, 2008

Orang Miskin Dilarang Sekolah

Meski ada larangan untuk menarik dana kepada wali murid, beberapa sekolah ternyata masih melakukennya. Jumlah dana yang ditarik itu juga tidak bisa dibilang kecil mengingat kondisi perekonomian saat ini lagi seret. Banyak alasan dikemukaken pihak sekolah untuk memaksa wali murid merogoh koceknya, misalken : uang daftar ulang ( untuk siswa lama ), uang awal KBM, uang pembangunan, uang sarana prasarana dan lain sebagainya. Pemaksaan seperti ini jelas sangat memberatken masyarakat, khususon masyarakat kelas bawah.
Tapi, pihak sekolah biasanya tidak mau mengakui kalo mereka ini memaksa. Mereka selalu bilang kalau dana tarikan itu sifatnya suka rela. Nah, permasalahnnya di sini ini, definisi suka rela yang dimaksudken pihak sekolah dan pihak wali murid itu berbeda. Pihak wali murid mendefinisikan suka rela adalah mereka boleh milih : bayar, tidak bayar atau membayar sesuai kemampuan mereka. Apa pun opsi yang dipilih, anak mereka tetep bisa bersekolah di sekolah yang dimaksudken. Namun, persepsi pihak sekolah berbeda dari persepsi para wali murid itu. Menurut pihak sekolah, wali murid bebas menentuken pilihan, mau bayar atau tidak. Mereka bebas memilih. Sekolah tidak pernah memaksa mereka harus membayar dana tarikan. Cuma wali murid juga harus paham konsekuensi dari opsi yang dipilih. Jika mereka memilih opsi membayar sesuai yang ditentuken sekolah, anak mereka boleh masuk sekolah mereka. Jika yang dipilih adalah opsi tidak bersedia membayar dana tarikan, maka anak mereka dipersilaken dengan hormat meninggalken sekolah tersebut. Jadi, sekolah tidak pernah memaksa orangtua murid untuk membayar dana tarikan tersebut, juga mereka tidak pernah memaksa masyarakat memilih sekolah yang mereka kelola.

Dengan pola pikir kayak giru, Mas Guru jadi bertanya pada rumput yang bergoyang, memang mereka pikir sekolah yang mereka kelola itu warisan nenek moyang elo ?!!!

Perhatiken berita berikut :
Siswa Cadangan Kena Rp 2 Juta
Tuesday, 05 August 2008
PASURUAN-SURYA-Praktik jual-beli bangku pada penerimaan siswa baru (PSB) diduga kuat terjadi di SMPN 1 Bangil, Kabupaten Pasuruan. Para calon siswa cadangan diiming-iming bisa diterima di sekolah tersebut asalkan membayar sebesar Rp 2 juta. Sumbangan wajib itu dikeluhkan sejumlah wali murid yang mengaku terpaksa mengeluarkan uang asalkan anaknya bisa diterima. Mereka kemudian mengadukan praktik itu kepada Aliansi Masyarakat Peduli Pasuruan (AMPPAS) disertai bukti kwitansi pembayaran. “Wali murid yang melapor enggan disebut namanya, khawatir anaknya dikucilkan oleh pengajar SMPN 1 ,” jelas Suryono Pane, Koordinator AMPPAS, Senin (4/8).

Sebenarnya, kata Suryono, ada 30 orang wali murid yang terpaksa membeli bangku cadangan untuk anaknya. Mereka dikumpulkan pihak SMPN 1 Bangil pada tanggal 11 Juli lalu. Namun yang mengadukan kasus itu hanya 12 orang wali murid. “Mereka diminta membuat surat pernyataan bahwa uang yang diberikan itu bersifat sukarela dan di kwitansi tertulis dana sarana prasarana,” kata Suryono seraya menunjukkan bukti kwitansi kepada Surya

Dalam lembar kwitansi, tertera petugas sekolah yang menerima uang bernama Ninik, lengkap dengan stempel SMPN 1 Bangil. Jumlah nominal uang yang dibayarkan tertulis dengan jelas serta peruntukannya, yakni bantuan sarana prasarana. “Ada wali murid yang membayar tunai dan ada pula yang membayar secara mengangsur,” ungkap Suryono.

Dalam pembayaran itu pihak sekolah juga meminta para wali murid menandatangani pernyataan diatas materai Rp 6.000 bahwa sumbangan mereka bersifat sukarela.

“Ditarik sebesar Rp 2 juta itu, ternyata tidak semuanya sanggup membayarnya. Bahkan seorang siswa yang orangtuanya tidak mampu, terpaksa mundur. Ini artinya menghambat seorang warga negara mendapatkan haknya dalam pendidikan. Karenanya pungutan seperti ini harus ditindak tegas,” tandas Suryono Pane yang juga dikenal sebagai aktivis buruh ini.

Selain terjadi di SMPN 1 Bangil, pungutan seperti itu juga terjadi di SMPN 2 Bangil. Terkait pungutan itu, pihak AMPPAS akhirnya melaporkan kasus ke Dinas P dan K serta Bawasda Kabupaten Pasuruan.

Kepala SMPN I Bangil Rofik Samsunahar membantah kalau pungutan itu dikatakan sebagai pungutan liar. “Itu resmi, bukan pungli. Lagi pula sudah dimusyawarahkan dengan pihak komite sekolah,” tegasnya.

Menurutnya, sumbangan sebesar Rp 2 juta itu tidak mengandung unsur paksaan. Mereka diminta secara sukarela. Selain itu, ketika diadakan musyawarah tidak satupun yang menolak.

Sementara itu, Kepala Bawasda Kabupaten Pasuruan Sri Aprililik berjanji akan segera turun ke lapangan dan mengusut laporan itu lebih lanjut. Jika itu benar-benar terjadi Bawasda akan memberikan sanksi tegas.

“Besok (hari ini -Red) tim kami turun mengeceknya. Bagi PNS yang melanggar akan dikenai sanksi sesuai PP 30 terkait disiplin pegawai,” tegas Sri Aprililik. st13

Sumber : Surya Online

No comments: