Friday, February 20, 2009

Korupsi Di Atas Korupsi

Kekhawatiran akan timbulnya korupsi baru atas barang 'sitaan' dari para koruptor kembali terjadi. Hal ini dikemukaken oleh ICW. Maklum, sebelumnya kasus seperti ini sudah pernah terjadi, saat penanganan kasus korupsi BLBI.

Saat itu, barang-barang, sebagai pengganti utang, dari para debitur kurang ajar ditaksir dengan harga cukup tinggi oleh para tukang taksir yang menangani kasus tersebut. Karena juru taksir yang ngawur ini, negara kembali dirugiken lagi. Nah, supaya kasus demikian tidak terjadi lagi pada saat menangani barang-barang yang diserahken oleh para koruptor yang telah tertangkep, maka mekanisme penentuan harga barang yang diserahken itu harus dibikin transparan.

ICW: Penyerahan Aset Koruptor Rawan Dimanipulasi

Jakarta (ANTARA News) - LSM Indonesia Corruption Watch (ICW) mengemukakan, penyerahan aset yang terkait dengan sejumlah kasus korupsi di Tanah Air rawan untuk dimanipulasi.

"Penyerahan aset rawan dimanipulasi karena bukan tidak mungkin aset yang diberikan oleh tersangka adalah aset bodong atau aset hasil mark-up (nilainya telah dinaikkan)," kata Anggota Badan Pekerja ICW Emerson Yuntho kepada wartawan di Jakarta, Jumat.

Menurut Emerson, praktik seperti ini sering terjadi dalam beberapa kasus korupsi terkait dana Bantuan Likuidasi Bank Indonesia (BLBI).

Ia memaparkan, sebagian besar dari aset yang dijaminkan oleh debitur BLBI pada saat dijual, ternyata nilainya dapat merosot jauh. "Aset yang dijamin pada saat penentuan nilai jualnya ternyata bisa anjlok sampai sekian persen," katanya.

ICW memperkirakan bahwa nilai penjualan dari sejumlah aset tersebut bahkan sampai ada yang menurun sebesar 70 persen.

Sementara itu, Koordinator ICW Danang Widoyoko mengatakan, penghitungan kerugian negara rawan terhadap perbedaan penafsiran. Perbedaan itu bisa terjadi baik antara pihak kejaksaan, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), maupun pengadilan.

"Karena itu, hal penting yang harus diperhatikan pemerintah adalah siapa yang seharusnya menghitung serta bagaimana dan ukuran apa yang dilakukan dalam menghitung kerugian negara itu," katanya.

ICW berpendapat bahwa agar tidak terjadi perbedaan penafsiran maka selayaknya penghitungan kerugian negara lebih baik dilakukan di persidangan.

Sumber : Antara